Go Indonesia!

Link.

An almost proof that the fund earned from the raise of the fuel price is going to be distributed evenly and for good issues.

I LOVE my country this way. Always do, but this comforting issue makes me "like" the government more.

It's already time to think more about the low income people, and not on the uniforms the ministries wear or what make their official cars is. There are just too many children not being able to go to school nowadays, instead they need to make money for the sake of a plate of rice every day. I guess the amount they plan to give the students are very normal. Education is very expensive, alright, but it almost covers everything needed in the public schools. Good for you, children.


Taken near Tugu Pahlawan, in Surabaya.

Now about the implementation. We all know that keeping ourselves away from the corruption is the hardest thing to do in Indonesia. Be it in the government, be it in the companies, be it in the universities, be it in the fund distributions for the suffering people in the disastrous areas. There are always cases of corruption here and there.
Okay, say it's not the corruption. It might be the complicated bureaucracy or the "usual" postponed work. I read in Jawa Pos last week that the international fund from those generous countries for the tsunami's victims in Aceh could not be continued (yet) because there was no single report on the money allocation in the field. It's been 3 months and there's no news at all. All they asked is just a proof that it's wisely used for the people. If the donated things are ruined, just report that they're ruined. If the rebuilding fund has gone well, report it. Very simple. Maybe it's just too complicated there. Maybe it's just too much of a bureaucracy. But it's just very logical. As a donator, you'd like to know if your money really gets the target, right?


A Lomboknese Child

However, I still hope on a good news for this education and health fund, from the raised fuel price. My brother and sister did receive a scholarship from the government when we were in the very bottom of the monetary crisis in 1999. It was always 2 or 3 months late in receiving the help, but they did get it.

A little hope is always better than no hope at all, right? If it continues this way, a free education is not impossible anymore. :)

Go, Indonesia!

3 comments:

  1. -Tentang alokasi dana BBM, aku pernah baca di KOMPAS, hal itu sudah dilakukan realitanya ke beberapa instansi sekolah terkait.
    -Tentang korupsi yang membudaya, itu penyakit umum setiap negara yang baru mentas dari kemerdekaan dan kemiskinan. Kita baru 50 tahun merdeka tentunya tidak mudah membangun negara dalam 50 tahun secara merata, pasti ada ketimpangan-ketimpangan, didukung pula oleh jeleknya kualitas lembaga pendidikan kita dari tingkat TK sampai Universitas, otomatis negara berjalan sesuai prinsip "Trial & error", tidak ada konsep yang benar2 matang karena tidak ada/belum ada yang mampu memberikan konsep secara briliant, dan kita tidak bisa membandingkan dengan Amerika yang sudah mentas 400 tahun silam.
    Susah untuk mengalokasikan dana untuk berbagai sektor (pendidikan, kesehatan dll) mungkin pemerataan di sebagian sektor sudah lumayan Ok, misalnya: jika kamu jeli coba lihat di Sendangsono, Kawah Ijen, Ranu Pane, Balekambang dll sebuah desa yang jauh dari peradaban disana listrik sudah ada yang pembangunannya menyedot dana sektor2 yang lain sehingga terjadi ketimpangan, misalnya fasilitas kependidikan yg timpang --> ga sekolah=ga dapet kerja --> jadi gelandangan.
    Salah satu penyebab ketidak merataan ini adalah kita sendiri yang tidak bersifat konsumtif, uang cuma disimpan di bank(tidak berkembang). Bayangkan jika kita konsumtif, ilustrasinya seperti ini jika kita konsumtif terhadap produk sepatu, maka pendapatan pabrik sepatu meningkat otomatis kesejahteraan karyawan sepatu meningkat, jika karyawan pabrik sepatu konsumtif terhadap baju maka pendapatan pabrik baju meningkat, kesejahteraan karyawan baju meningkat dst... akhirnya secara tidak langsung seluruh kesejahteraan para pekerja di negara itu meningkat semua, akhirnya gak ada orang korupsi karena udah mapan semua, negara jadi maju, perputaran uang jalan terus.
    Wah.. kalo dibahas gak abis2 kayaknya la'... yang penting semuanya harus berawal dari diri kita sendiri untuk membawa perubahan yg baik. Ok ?!.

    ReplyDelete
  2. Aku setuju dengan semua yg kamu kemukakan, Lens. Tapi untuk blaming the people for not being consumtive may be not the answer. Kebutuhan orang kan nggak cuma muter di faktor sandang pangan, ato papan. Ada biaya2 lain seperti tagihan listrik, air, telpon yang nggak keitung banyaknya. Bagi banyak orang yang gajinya adalah gaji dasar, yg bekisar antara Rp 500,000 an sebulan, hal itu susah sekali. Belum ditambah dengan kebutuhan sekolah anak-anak. Gimana mau konsumtif kalo gaji udah hilang di tagihan2? Walopun suami istri kerja tapi penghasilannya bekisar segitu2 ya apa nyucuk? :P Jangankan nyimpen di bank, celengan babi aja paling udah dipecah bolak-balik buat biaya hidup. :(

    Tapi hope is a hope. Suatu hari pasti tambah baik. Baik dari segi mentalitas orang Indonesia atau taktik ekonomi. I'll pray for that.

    ReplyDelete
  3. Kamu keliru 'la, justru orang2 yang pendapatannya kecil itu adalah orang yang super konsumtif, mereka membelanjakan hampir 100% dari pendapatannya --> uang berputar. Konsumtif dalam arti bukan daya beli terhadap barang ya, tapi "produk". Listrik, air, pendidikan, sandang, pangan itu adalah termasuk suatu produk juga, yang akhirnya pendapatan dari produk itu tentunya mensejahterakan penyedia produk itu(pabrik, karyawan dll).
    Yah, semoga badai cepat berlalu....

    ReplyDelete